Man In The Attic part 2
Aku menganggap mimpi pertamaku sebagai produk dari pikiran yang terlalu stres, tetapi mengulangnya kembali? Itu tidak biasa, setidaknya tidak untukku. Di antara pintu di ruang bawah tanah dan mimpi burukku yang aneh, aku frustasi. Keduanya membuatku bingung dan ketakutan, aku memanggil temanku John.
John adalah orang yang eksentrik. Dia tipe pria yang percaya pada UFO, hantu, teori konspirasi, okultisme, dan hal-hal lain yang sejenisnya. Dia tidak hanya percaya pada mereka, tetapi dia mempelajarinya. Dia tahu lebih banyak tentang Roswell daripada aku mengetahui tentang diriku sendiri. Menjadi seorang yang skeptis, aku selalu berpikir kalau sejumlah besar informasi yang ia simpan tidaklah berguna. Aku berubah pikiran tentang hal itu setelah melihat pintu lotengku yang muncul di ruang bawah tanahku. Jika ada yang bisa membantu, atau setidaknya mengarahkanku ke arah yang benar, itu adalah dia.
Aku berbicara dengan John selama beberapa jam di telepon. Dia sangat gembira setelah mendengar tentang pengalamanku. Dia mulai mengoceh dari semua hal berbeda yang menurutnya mungkin ada hubungannya. Beberapa teorinya termasuk worm hole, pintu gerbang ke dimensi lain, dan bahkan glitch (salah satu dari banyak teori yang dia percayai adalah kalau dunia yang kita tinggali adalah sebuah simulasi). Dia mengatakan kepadaku kalau dia tidak bisa sepenuhnya yakin tentang apa itu tanpa melihatnya sendiri. Sayangnya, dia tinggal terlalu jauh dan tidak bisa berkunjung.
Sebagai ganti karena tidak bisa membantuku, John memberiku beberapa saran tentang apa yang harus kulakukan selanjutnya. Setelah menceritakan kepadanya tentang suara dari rekaman dan dari mimpi-mimpi yang aku alami, dia mulai mengarah ke arah pikiran tentang hantu. Dia pikir hantu itu mungkin mencoba berkomunikasi denganku. Karena itu, dia mengatakan kepadaku kalau aku harus memasang perekam suara di ruang bawah tanah dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada hantu. Aku bisa memutar rekaman setelahnya dan mendengarkan suaranya. John berkata kalau aku juga harus memasangnya di loteng.
Meskipun lelah dengan metodenya, aku mengatakan kepadanya kalau aku akan mencobanya. Lagipula, aku tidak bisa hanya duduk dan berharap situasi akan teratasi dengan sendirinya. Aku tidak suka gagasan naik ke loteng sendirian, tetapi aku perlu melakukan sesuatu.
Setelah menutup telepon, aku langsung menjalankan rencananya. Ruang bawah tanah harus menjadi yang pertama, karena aku masih khawatir untuk naik ke atas.
Aku memasang rekaman dan menaruh handponeku di lantai bawah tanah. Aku melanjutkan untuk mengajukan pertanyaan, menyisakan ruang yang cukup untuk seseorang ... atau sesuatu untuk dijawab. Aku menanyakan hal-hal yang biasa seperti namanya, umurnya, dan apa yang diinginkannya. Setelah kira-kira lima menit mengintrogasi, aku menghentikan rekaman dan memutarnya kembali.
Aku mendengarkan suaraku sendiri berkali-kali, berharap sesuatu yang dapat didengar muncul dengan sendirinya. Yang membuatku cemas, aku tidak menangkap hal semacam itu. Tampaknya loteng itu memang harus menjadi usahaku berikutnya.
Dengan enggan aku menaiki tangga ke pintu loteng. Aku melihatnya untuk beberapa saat, mengambil napas dalam-dalam, dan membuka kunci deadbolt. Aku membuka pintu dan menguatkan diriku.
Tidak ada apa pun di sana, kecuali barang dari pemilik sebelumnya.
Ketika aku pertama kali membeli rumah, aku melakukan sedikit renovasi, dan juga untuk saat ini. Pemilik sebelumnya tidak memiliki kabel, listrik, atau pipa ledeng. Selain itu, mereka meninggalkan semua barang mereka. Aku sudah memindahkan sebagian besar barang, meninggalkan semua yang ada di loteng. Aku tidak membutuhkan ruang, dan aku tidak ingin memasukkan lebih banyak uang untuk mengosongkan rumah daripada yang harus aku lakukan.
Aku memperhatikan barang-barang di loteng sesaat, ingin tahu apa saja yang aku miliki. Beberapa barang menarik ada didepanku adalah kartu pos tua dari Paris, kerah anjing yang tampak aneh, dan buku tentang sihir. Ketakutan muncul saat membaca isi koleksi baruku. Langit-langit yang miring, barang antik, dan jendela besar yang menghadap ke halamanku memang memberi pesona pada tempat itu, tetapi aku masih tidak suka loteng.
Aku dengan cepat menekan tombol rekam pada rekaman dan menaruh handponeku di lantai. Aku mengajukan pertanyaan yang sama seperti sebelumnya, tetapi tidak menyisakan banyak ruang di antaranya karena aku benar-benar ingin keluar dari sana. Sebelum menghentikan rekaman, aku punya pemikiran. Mungkin roh itu akan merespons jika aku mengajukan pertanyaan yang sama dengan yang aku lakukan saat sedang tertidur.
Aku terbatuk dan bertanya, "Di mana kau?"
Setelah menanyakan pertanyaan terakhir, aku menghentikan rekaman dan memutarnya kembali. Terdengar hampi sama dengan yang aku rekam di ruang bawah tanah, lengkap dengan kurangnya jawaban. Begitulah, sampai akhirnya. Setelah aku menanyakan pertanyaan terakhir, aku mendengar bisikan yang tidak asing dan rendah.
"Dibelakangmu."
Setelah mendengar jawaban itu, aku langsung berbalik. Tidak ada apa-apa di sana. Meskipun begitu, aku bergegas turun ke lantai bawah. Suara menakutkan itu memperkuat fobia lotengku dan menanamkan rasa takut yang tak terlukiskan dalam diriku. Aku tidak tahan lagi berada di rumah ini sendirian.
Aku menelepon John lagi dan memohon padanya untuk membantuku. Aku mengatakan kepadanya kalau aku akan memberinya uang bensin selama 8 jam perjalanan pulang perginya. Dia enggan pada awalnya, tahu kalau dia harus menghabiskan seluruh malamnya dan harus bekerja di keesokan paginya. Rasa penasaran menguasainya pada akhirnya. Setelah banyak pertimbangan, dia setuju untuk datang.
Aku menunggu John di mobilku. Sambil duduk di sana, aku tidak bisa untuk tidak melirik ke arah rumahku. Aku mulai bertanya pada diriku sendiri, apakah rumah itu benar-benar berhantu, apakah hantu benar-benar ada, dan juga, apakah ini yang menjadi tujuan hidupku? Meskipun pertanyaan itu hanya mengada-ngada dan tidak penting, aku cukup tahu jawabannya. Ketika aku menatap ke arah rumah dengan kecewa, aku melihat sesuatu dari sudut pandanganku.
Itu adalah bayangan hitam, berdiri di jendela loteng.
Sial apa itu. Apa yang harus aku lakukan?
Itulah satu-satunya jawaban yang terlintas di pikiranku setelah melihat sosok bayangan itu. Setelah beberapa saat menatap, sosok itu mundur dari jendela, sama sekali tidak terlihat. Aku duduk dan merenungkannya selama beberapa menit setelah kepergiannya.
Dengan keberanianku, aku memilih untuk kembali ke rumah dan naik ke loteng. Gila, ya aku tahu, tapi ini rumahku, dan aku perlu menunjukkannya kalau aku tidak tertarik bermain dengan permainanya walaupun aku takut setengah mati. Selain itu, John tidak akan percaya padaku jika aku tidak mengikuti sosok terkutuk itu.
Merasa percaya diri, tetapi masih gemetar, aku memberanikan diri ke loteng. Aku mengayunkan pintu terbuka tanpa ragu-ragu dan melesat masuk seolah aku adalah penguasa tempat itu. Setelah itu semua, aku melakukannya. Loteng itu tidak memiliki sosok hantu itu, tetapi ruangan itu memang menyimpan aroma lilin yang samar. Tidak yakin bagaimana melanjutkan, aku mulai berbicara dengan nada keras dan tegas.
“Ini bukan rumahmu. Aku bosan dengan permainan omong kosongmu, hantu. Aku memintamu untuk pergi selamanya! "
Aku tahu itu tidak akan berhasil, tapi itu hampir membuatku merasa puas. Aku merasa jauh lebih baik melawannya. Aku berjalan mengitari loteng, puas dengan kata-kataku, berpikir kalau aku benar-benar telah mengalahkan rasa takutku. Sikap sombongku tidak akan bertahan lebih dari beberapa saat.
Segera setelah aku berbicara, embusan angin bertiup melalui loteng dan menabrakku seperti bus. Nyaris menjatuhkanku. Aku tahu itulah yang dilakukan hantu itu. Aku mencoba bertahan, tetapi aku sangat ketakutan. Aku menyaksikan semua yang ada di sekitarku melayang, menciptakan lingkaran tornado dan terus bergerak. Aku mundur, ketika aku melihat sesuatu yang tidak bergerak. Itu adalah buku tentang sihir yang aku lihat sebelumnya. Setelah melihatnya, angin berhenti dan semuanya jatuh ke lantai. Aku berjalan ke buku itu, ingin tahu mengapa buku itu tetap diam. Saat aku mendekat, itu terbuka dengan sendirinya. Itu mengejutkanku, tetapi aku entah bagaimana tidak merasakan kemarahannya. Aku mulai menyadari fakta kalau hantu itu mungkin benar-benar mencoba berkomunikasi denganku.
Halaman buku yang terbuka itu adalah mantra. Semuanya dalam bahasa Latin, tetapi dari apa yang aku bisa ketahui, itu ada hubungannya dengan menanam tanaman. Bingung, aku memanggil hantu itu untuk meminta jawaban.
"Apa yang kau ingin aku lakukan?"
Setelah mengajukan pertanyaan, pintu loteng terbanting menutup. Aku berpikir sejenak dan menyimpulkan kalau dia ingin aku membaca mantra itu di loteng. Aku masih bingung, tetapi entah bagaimana aku merasa tenang. Rasanya seolah-olah aku membantu hantu itu dengan cara tertentu.
Sebelum aku bisa membaca dari buku itu, handponeku bergetar. Itu adalah sms dari John:
"Jadi, sangat menyesal. Aku tidak bisa pergi kesana. Bosku tidak akan memberiku hari libur besok dan aku tidak yakin mobilku bisa sampai ke sana dan kembali ke rumahku. Itu membutuhkan ban baru dan aku tidak bisa membelinya sampai hari Jumat. Hubungi aku nanti dan aku akan lihat apa yang bisa aku lakukan. Semoga berhasil."
Brengsek.
Meskipun aku tidak takut lagi, senang mengetahui kalau seseorang akan berkunjung ke rumahku, untuk berjaga-jaga kalau-kalau ada yang tidak beres. Aku tidak menyukainya, tetapi aku harus melakukannya sendiri. Aku menerima ini, dan mengalihkan perhatianku kembali ke buku. Sudah waktunya untuk membaca mantra.
Aku terbatuk dan mulai membaca teks di buku. Aku mengambil bahasa Latin di perguruan tinggi, dan meskipun aku tidak mengetahuinya cukup banyak, aku cukup tahu untuk membuat pengucapan yang tepat. Bahkan tetap saja, aku tergagap dengan kalimatku di bagian-bagian tertentu. Karena itu, aku harus memulai ulang beberapa kali. Aku ingin menyelesaikannya, terutama jika memang itu yang diinginkan hantu itu.
Setelah menyelesaikan mantra tanpa cacat (sebagian besar), pintu loteng terbuka. Aku berjalan keluar dengan buku di tanganku, bertanya-tanya apa semuanya sudah berakhir. Ketika aku mencapai anak tangga terbawah dan berbelok di tikungan, dengan cepat menjadi jelas kalau itu masih belum berakhir. Pintu ruang bawah tanah terbuka lebar.
Aku berada di wilayah yang bukan tempatnya, menerima pesan dari hantu, tetapi aku berharap aku mengikutinya dengan baik. Melihat pintu ruang bawah tanah terbuka meyakinkanku kalau aku mungkin perlu membaca mantra di sana juga. Aku masih tidak yakin mengapa, tapi rasanya ini adalah kehendak hantu itu. Karena itu, aku harus melakukannya.
Aku berjalan ke ruang bawah tanah dengan buku itu dan menyalakan lampu. Pandanganku sekilas ke sekeliling mengungkapkan kalau aku sendirian dan juga tidak ada pintu itu. Aku terbatuk sekali lagi dan mulai membaca mantra, kata demi kata. Jujur, aku sedikit bersemangat. Rasanya seperti aku melakukan sesuatu yang produktif tentang masalah hantuku, dan itu mungkin benar-benar membantu mengatasinya. Kali ini, aku melakukannya dengan benar pada percobaan pertama.
Setelah menyelesaikan mantra di ruang bawah tanah, rumah itu mulai bergetar. Ketika aku mengatakan rumah, maksudku seluruh rumah, ruang bawah tanah dan semua. Aku belum pernah mengalami gempa bumi sebelumnya, tetapi sepertinya itu adalah satu-satunya penjelasan logis untuk apa yang terjadi. Tidak sampai aku melihat sekeliling ruangan selama kegilaan itu berlangsung, aku menyadari itu adalah mantranya.
Di sana, di dinding terjauh, bergetar dengan seisi rumah, adalah pintu loteng. Aku bertanya-tanya apakah mantra itu entah bagaimana memunculkannya, secara bersamaan yang menyebabkan rumah itu bergetar. Getaran itu akhirnya berhenti, dan aku ditemani dengan pintu, memberikan kepercayaan pada teoriku. Aku menunggu beberapa menit, berpikir pintu itu akan terbuka, tetapi ternyata tidak. Tampaknya aku harus melakukannya sendiri. Aku tidak terlalu senang tentang itu, tetapi aku terlalu jauh untuk bisa mundur sekarang.
Aku mengepalkan tanganku dan berjalan ke pintu. Lalu aku mengayunkannya terbuka, tanpa rasa takut, sama seperti saat aku naik ke atas loteng. Dan di belakang pintu ada sebuah kejutan.
Itu loteng. Loteng lantai atas. Semuanya sama, hanya saja ada seorang pria berdiri di jendela. Mendengarku membuka pintu, dia berbalik. Matanya melebar ketika dia melihatku. Dia berlari sangat cepat ke arahku sehingga aku bahkan tidak punya cukup waktu untuk mengambil lebih dari satu langkah untuk mundur. Dia bergegas melewati pintu dan masuk ke ruang bawah tanah. Dia berbalik dan membanting pintu loteng hingga tertutup, memastikan untuk mengunci deadboltnya. Dia menoleh padaku, meraih pundakku, dan menatap mataku. Aku bingung dan ketakutan setengah mati.
“Terima kasih, terima kasih, terima kasih, terima kasih! Terima kasih banyak!"
Setelah mengucapkan terima kasih, pria itu melepaskanku dan berlari ke atas, tetapi tidak sebelum berbalik dan menawarkanku beberapa saran.
"Apa pun yang kau lakukan, jangan masuk ke sana!"
Dia menunjuk ke pintu loteng sebelum lari ke atas. Aku berlari mengejarnya, ingin mengajukan beberapa pertanyaan, tetapi ketika aku naik, sudah terlambat. Pintu depanku terbuka, dan aku bisa melihatnya berlari menyusuri jalan tanah menuju kota.
Dan itulah. Aku tidur setiap malam sejak saat itu tanpa suara atau masalah paranormal apa pun. Aku bahkan mengatur kamera dan perekam suara beberapa kali untuk memastikannya. Mereka tidak menangkap apapun. Aku tidak tahu apa yang terjadi, tetapi aku yakin akan satu hal. Pria yang keluar dari balik pintu loteng itu bukanlah hantu. Itu adalah orang yang masih hidup dan masih bernafas.
* * * *
No comments:
Post a Comment