Title: Kisah yang Tidak Boleh Diceritakan
-------------------------------------------------------
"Jangan ceritakan pada siapapun, atau terima sendiri akibatnya nanti," kata salah satu keluarga yang akan aku ceritakan.
Kalau nanti keluarga orang yang akan aku ceritakan ini menghujatku, aku akan bilang. "Aku tidak menceritakannya, aku hanya menulisnya."
Alasan yang kampungan bukan? Tetapi masih lebih baik dari pada tidak punya alasan.
Kemudian, aku serahkan semuanya pada para pembaca. Jika tidak ingin melanjutkan, ya sudah jangan lanjutkan. Jika ngotot ingin melanjutkan, lanjutkan saja, tetapi terima sendiri akibatnya!
Awal cerita ini di mulai saat salah satu tetanggaku meninggal dunia. Aku tidak mau menyebut namanya, sebut saja dia dengan pak Budi. Pak Budi ini di kenal sebagai orang yang tidak baik. Dia suka sekali berjudi dan minum minuman keras, bahkan aku dengar dia suka berpelesir ke rumah bordil. Kelakuannya yang buruk seperti itu di dukung oleh kekayaannya. Dia memperoleh harta yang sebegitu banyak itu pun dari perbuatan tidak baik, yaitu dengan cara meminjamkan uang dengan bunga tinggi. Entah kalian mau menyebutnya rentenir, lintah darat, atau apapun juga terserah, tetapi terima sendiri akibatnya nanti.
Saat dia meninggal, semua warga tidak mau kerumahnya, tetapi saat melihat istrinya yang menangis meminta tolong dan salah satu kiai menyarankan untuk menolong sesama muslim--meski aku kurang yakin pak Budi muslim karena aku belum pernah melihatnya sholat--akhirnya para tetangga bersedia menolong. Aku yang masih remaja, diajak ayah untuk ikut.
Kegemparan terjadi saat ingin membungkus mayat pak Budi. Kain kafan yang sedianya ingin membungkus tubuh pak Budi, tidak mampu menutupi seluruh tubuhnya yang tambun. Akhirnya mereka membeli kain kafan yang lebih lebar, tetapi tetap saja tidak muat. Setelah tiga kalinya tidak muat juga--saat itu hidungku sudah mencium bau busuk dari tubuh pak Budi--akhirnya salah satu pelayat menyarankan untuk menganti kain kafan putih itu menjadi warna hitam.
Entah ide gila itu terinspirasi dari mana, tetapi ide itu berhasil. Tubuh pak Budi bisa dibungkus dengan kain kafan berwarna hitam itu dengan sangat mudah, seakan-akan itu adalah kain kafan yang sangat pas untuknya.
Saat semua pelayat sibuk dengan keranda yang belum datang apalagi saat itu hujan deras, aku masih berdiri di depan tubuh pak Budi yang terbujur kaku di atas dipan. Saat itu, secara tiba-tiba dan perlahan, tubuh pak Budi bergerak dan duduk. Dia menoleh kaku ke arahku dengan mata terbelalak, lalu mengatakan sesuatu dengan bibir kakunya.
"Hitam, siapa takut!"
.........
Kalian menikmatinya? Ha... ha... ha...
Sebenarnya ceritanya tidak seperti itu. Saat aku melihat mayat pak Budi yang terbujur kaku itu, entah kenapa bulu kudukku meremang. Baru pertama kali dalam hidupku aku melihat mayat dibungkus dengan kain berwarna hitam. Mungkin ini untuk pertama kalinya dalam sejarah kain pembungkus mayat yang menggunakan warna hitam. "Hitam, siapa takut!"
Setelah keranda datang, para pelayat segera membawa mayat pak Budi ke mushola terdekat untuk disholati.
Aku saat itu tidak ikut, karena hujan lebat. Lebih baik tidur dalam suhu yang dingin ini. Saat tiba di rumah, semua orang tidak ada, karena mereka semua pergi ke rumah duka untuk membantu. Aku yang mulai merinding lagi--entah karena dinginnya hujan atau sebab lain--akhirnya memutuskan untuk ikut pergi ke kuburan bersama ayah.
Beruntung saat aku kembali ke mushola, iringan para pelayat sudah bersiap berangkat. Aku lihat di depan, keranda yang membawa tubuh pak Budi diangkat oleh sepuluh orang yang terlihat sangat berusaha keras untuk berjalan, seakan-akan mereka mengangkat beban yang sangat berat. Ditengah jalan, banyak dari mereka yang membawa keranda itu meminta bantuan pada pelayat lain untuk menggantikan mereka.
Tiba di kuburan, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Kuburan pak Budi belum siap. Menurut para penggali kuburan yang berjumlah lima orang itu, mereka sulit menggali karena tektur tanah yang keras, meski saat itu turun hujan. Enam cangkul sudah jadi korban dan tiga lokasi berbeda sudah digali, namun hanya bisa menggali dengan ke dalaman setengah meter saja. Akhirnya kiai yang memimpin rombongan, meminta semua untuk berdoa sebentar, setelah itu menyuruh untuk menggali lagi. Tidak lama kemudian, satu lubang kuburan telah siap meski tidak terlalu dalam, namun cukup untuk mengubur mayat.
Masalah lain timbul saat tidak ada seorang pun yang mau masuk ke dalam liang kubur untuk menangkap mayat pak Budi. Dan hujan yang turun sejak tadi, mulai menderas beserta suara petir yang semakin keras. Akhirnya mereka berencana untuk memasukkannya dengan tali. Tetapi sebelum hal itu terlaksana, mayat pak budi yang saat itu berada di pinggir lubang kuburan, tiba-tiba masuk sendiri akibat gempa bumi yang hanya berlangsung sesaat. Bunyi yang keras menyusul sesaat mayat pak budi jatuh.
Akhirnya para pelayat tanpa berkata-kata lagi langsung menguburkan mayat pak Budi. Setelah itu, kiai memimpin doa terakhir sebelum para pelayat pulang ke rumahnya masing-masing.
Seminggu belum berlaku sejak kematian pak budi, tetapi kabar tidak sedap telah beredar. Para tetanggaku menceritakan bahwa mereka di datangi oleh hantu pak Budi dengan kain kafan hitamnya serta dengan wajah yang sangat menyeramkan. Rumahku pun ikut menjadi salah satu korban dari hantu pak Budi, tetapi beruntung aku tidak melihatnya, cuma orang tuaku. Baru setelah kabar itu beredar, keluarga pak budi menyarankan untuk tidak menceritakan perihal pak Budi pada siapapun. Akhirnya hantu pak budi tidak pernah muncul lagi.
Sebulan kemudian, aku pergi ke luar kota untuk mengunjungi temanku. Aku bercerita padanya perihal pak Budi. Alasanku menceritakannya pada temanku saat itu karena sudah sebulan hantu pak budi tidak muncul dan ini di luar kota, apalagi temanku tidak kenal dengan pak budi. Tetapi aku salah, setelah aku pulang, sehari kemudian temanku menelponku. Katanya dia didatangi hantu yang ciri-cirinya sama persis seperti yang aku gambarkan. Dalam ceritanya, dia sampai ngompol di celana.
Aku yang tidak mudah percaya, sehari kemudian pergi ke rumah temanku yang lain, yang rumahnya lebih jauh. Aku ceritakan semuanya perihal pak Budi, tetanggaku itu. Dan setelah aku pulang, esoknya temanku itu menelpon dan menceritakan hal yang sama seperti yang dialami temanku yang pertama.
Aku yang mulai setengah percaya, langsung menguji lagi ke teman perempuanku yang tinggal di luar negeri. Aku menceritakannya lewat e-mail. Setelah empat hari tidak mendapatkan jawaban atau pun kabar, aku lega, karena aku berpikir kedua temanku yang menelponku itu hanya bermimpi horor karena ceritaku. Tetapi saat hari kelima, sebuah e-mail datang dari teman perempuanku itu. Dalam e-mailnya dia menceritakan bahwa dirinya didatangi oleh hantu berkain kafan hitam dan berwajah menyeramkan. Dia bahkan sampai melahirkan bayinya yang baru berumur 8 bulan dalam kadungan saat melihat hantu itu. Menurutnya, itu adalah hantu paling menyeramkan yang pernah dia lihat.
Setelah membaca cerita teman perempuanku itu sampai tuntas, aku pingsan.
Dan jika kalian sudah membaca cerita ini, tolong jangan katakan bahwa aku yang menceritakannya atau aku yang menulisnya, karena aku juga takut bertemu hantu berkain kafan hitam itu. Dan jika nanti malam kalian di datangi hantu pak Budi itu, sampaikan saja salamku untuknya. Dan... selamat menikmati!
-------------------------------------------------------
"Jangan ceritakan pada siapapun, atau terima sendiri akibatnya nanti," kata salah satu keluarga yang akan aku ceritakan.
Kalau nanti keluarga orang yang akan aku ceritakan ini menghujatku, aku akan bilang. "Aku tidak menceritakannya, aku hanya menulisnya."
Alasan yang kampungan bukan? Tetapi masih lebih baik dari pada tidak punya alasan.
Kemudian, aku serahkan semuanya pada para pembaca. Jika tidak ingin melanjutkan, ya sudah jangan lanjutkan. Jika ngotot ingin melanjutkan, lanjutkan saja, tetapi terima sendiri akibatnya!
Awal cerita ini di mulai saat salah satu tetanggaku meninggal dunia. Aku tidak mau menyebut namanya, sebut saja dia dengan pak Budi. Pak Budi ini di kenal sebagai orang yang tidak baik. Dia suka sekali berjudi dan minum minuman keras, bahkan aku dengar dia suka berpelesir ke rumah bordil. Kelakuannya yang buruk seperti itu di dukung oleh kekayaannya. Dia memperoleh harta yang sebegitu banyak itu pun dari perbuatan tidak baik, yaitu dengan cara meminjamkan uang dengan bunga tinggi. Entah kalian mau menyebutnya rentenir, lintah darat, atau apapun juga terserah, tetapi terima sendiri akibatnya nanti.
Saat dia meninggal, semua warga tidak mau kerumahnya, tetapi saat melihat istrinya yang menangis meminta tolong dan salah satu kiai menyarankan untuk menolong sesama muslim--meski aku kurang yakin pak Budi muslim karena aku belum pernah melihatnya sholat--akhirnya para tetangga bersedia menolong. Aku yang masih remaja, diajak ayah untuk ikut.
Kegemparan terjadi saat ingin membungkus mayat pak Budi. Kain kafan yang sedianya ingin membungkus tubuh pak Budi, tidak mampu menutupi seluruh tubuhnya yang tambun. Akhirnya mereka membeli kain kafan yang lebih lebar, tetapi tetap saja tidak muat. Setelah tiga kalinya tidak muat juga--saat itu hidungku sudah mencium bau busuk dari tubuh pak Budi--akhirnya salah satu pelayat menyarankan untuk menganti kain kafan putih itu menjadi warna hitam.
Entah ide gila itu terinspirasi dari mana, tetapi ide itu berhasil. Tubuh pak Budi bisa dibungkus dengan kain kafan berwarna hitam itu dengan sangat mudah, seakan-akan itu adalah kain kafan yang sangat pas untuknya.
Saat semua pelayat sibuk dengan keranda yang belum datang apalagi saat itu hujan deras, aku masih berdiri di depan tubuh pak Budi yang terbujur kaku di atas dipan. Saat itu, secara tiba-tiba dan perlahan, tubuh pak Budi bergerak dan duduk. Dia menoleh kaku ke arahku dengan mata terbelalak, lalu mengatakan sesuatu dengan bibir kakunya.
"Hitam, siapa takut!"
.........
Kalian menikmatinya? Ha... ha... ha...
Sebenarnya ceritanya tidak seperti itu. Saat aku melihat mayat pak Budi yang terbujur kaku itu, entah kenapa bulu kudukku meremang. Baru pertama kali dalam hidupku aku melihat mayat dibungkus dengan kain berwarna hitam. Mungkin ini untuk pertama kalinya dalam sejarah kain pembungkus mayat yang menggunakan warna hitam. "Hitam, siapa takut!"
Setelah keranda datang, para pelayat segera membawa mayat pak Budi ke mushola terdekat untuk disholati.
Aku saat itu tidak ikut, karena hujan lebat. Lebih baik tidur dalam suhu yang dingin ini. Saat tiba di rumah, semua orang tidak ada, karena mereka semua pergi ke rumah duka untuk membantu. Aku yang mulai merinding lagi--entah karena dinginnya hujan atau sebab lain--akhirnya memutuskan untuk ikut pergi ke kuburan bersama ayah.
Beruntung saat aku kembali ke mushola, iringan para pelayat sudah bersiap berangkat. Aku lihat di depan, keranda yang membawa tubuh pak Budi diangkat oleh sepuluh orang yang terlihat sangat berusaha keras untuk berjalan, seakan-akan mereka mengangkat beban yang sangat berat. Ditengah jalan, banyak dari mereka yang membawa keranda itu meminta bantuan pada pelayat lain untuk menggantikan mereka.
Tiba di kuburan, sesuatu yang mengejutkan terjadi. Kuburan pak Budi belum siap. Menurut para penggali kuburan yang berjumlah lima orang itu, mereka sulit menggali karena tektur tanah yang keras, meski saat itu turun hujan. Enam cangkul sudah jadi korban dan tiga lokasi berbeda sudah digali, namun hanya bisa menggali dengan ke dalaman setengah meter saja. Akhirnya kiai yang memimpin rombongan, meminta semua untuk berdoa sebentar, setelah itu menyuruh untuk menggali lagi. Tidak lama kemudian, satu lubang kuburan telah siap meski tidak terlalu dalam, namun cukup untuk mengubur mayat.
Masalah lain timbul saat tidak ada seorang pun yang mau masuk ke dalam liang kubur untuk menangkap mayat pak Budi. Dan hujan yang turun sejak tadi, mulai menderas beserta suara petir yang semakin keras. Akhirnya mereka berencana untuk memasukkannya dengan tali. Tetapi sebelum hal itu terlaksana, mayat pak budi yang saat itu berada di pinggir lubang kuburan, tiba-tiba masuk sendiri akibat gempa bumi yang hanya berlangsung sesaat. Bunyi yang keras menyusul sesaat mayat pak budi jatuh.
Akhirnya para pelayat tanpa berkata-kata lagi langsung menguburkan mayat pak Budi. Setelah itu, kiai memimpin doa terakhir sebelum para pelayat pulang ke rumahnya masing-masing.
Seminggu belum berlaku sejak kematian pak budi, tetapi kabar tidak sedap telah beredar. Para tetanggaku menceritakan bahwa mereka di datangi oleh hantu pak Budi dengan kain kafan hitamnya serta dengan wajah yang sangat menyeramkan. Rumahku pun ikut menjadi salah satu korban dari hantu pak Budi, tetapi beruntung aku tidak melihatnya, cuma orang tuaku. Baru setelah kabar itu beredar, keluarga pak budi menyarankan untuk tidak menceritakan perihal pak Budi pada siapapun. Akhirnya hantu pak budi tidak pernah muncul lagi.
Sebulan kemudian, aku pergi ke luar kota untuk mengunjungi temanku. Aku bercerita padanya perihal pak Budi. Alasanku menceritakannya pada temanku saat itu karena sudah sebulan hantu pak budi tidak muncul dan ini di luar kota, apalagi temanku tidak kenal dengan pak budi. Tetapi aku salah, setelah aku pulang, sehari kemudian temanku menelponku. Katanya dia didatangi hantu yang ciri-cirinya sama persis seperti yang aku gambarkan. Dalam ceritanya, dia sampai ngompol di celana.
Aku yang tidak mudah percaya, sehari kemudian pergi ke rumah temanku yang lain, yang rumahnya lebih jauh. Aku ceritakan semuanya perihal pak Budi, tetanggaku itu. Dan setelah aku pulang, esoknya temanku itu menelpon dan menceritakan hal yang sama seperti yang dialami temanku yang pertama.
Aku yang mulai setengah percaya, langsung menguji lagi ke teman perempuanku yang tinggal di luar negeri. Aku menceritakannya lewat e-mail. Setelah empat hari tidak mendapatkan jawaban atau pun kabar, aku lega, karena aku berpikir kedua temanku yang menelponku itu hanya bermimpi horor karena ceritaku. Tetapi saat hari kelima, sebuah e-mail datang dari teman perempuanku itu. Dalam e-mailnya dia menceritakan bahwa dirinya didatangi oleh hantu berkain kafan hitam dan berwajah menyeramkan. Dia bahkan sampai melahirkan bayinya yang baru berumur 8 bulan dalam kadungan saat melihat hantu itu. Menurutnya, itu adalah hantu paling menyeramkan yang pernah dia lihat.
Setelah membaca cerita teman perempuanku itu sampai tuntas, aku pingsan.
Dan jika kalian sudah membaca cerita ini, tolong jangan katakan bahwa aku yang menceritakannya atau aku yang menulisnya, karena aku juga takut bertemu hantu berkain kafan hitam itu. Dan jika nanti malam kalian di datangi hantu pak Budi itu, sampaikan saja salamku untuknya. Dan... selamat menikmati!
No comments:
Post a Comment